PENGETAHUAN, SIKAP, DAN EFIKASI DIRI WANITA USIA SUBUR TERKAIT ASUHAN PRAKONSEPSI






 ABSTRAK

Asuhan prakonsepsi memiliki peranan penting dalam meningkatkan kesehatan wanita

sebelum konsepsi agar dapat menghasilkan kehamilan yang sehat. Diperlukan

kesadaran dan perilaku yang baik bagi setiap wanita usia subur agar dapat

mengoptimalkan asuhan prakonsepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

gambaran pengetahuan, sikap, dan efikasi diri wanita usia subur terkait asuhan

prakonsepsi. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain survei. Penelitian ini

dilaksanakan dari Bulan Agustus sampai dengan Nopember 2019 di dua Kecamatan,

yakni Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung dan Kecamatan Padalarang

Kabupaten Bandung Barat. Subjek penelitian ini adalah wanita usia subur dengan

rentang usia 15-49 tahun. Besar sampel penelitian adalah sebanyak 82. Sampel diambil

secara consecutive sampling pada saat wanita datang ke fasilitas kesehatan/klinik bidan

yang ada di wilayah lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir

setengah dari responden memiliki pengetahuan tentang asuhan prakonsepsi pada

kategori cukup (41,5%), sikap responden terkait asuhan prakonsepsi sebagian besar

berada pada kategori cukup (59,8%), dan efikasi diri responden terkait asuhan

prakonsepsi sebagian besar berada pada kategori tinggi (65,9%). Upaya promosi dan

pendidikan kesehatan terkait asuhan prakonsepsi kepada masyarakat terutama WUS

perlu ditingkatkan.

Kata kunci: Pengetahuan, sikap, efikasi diri, asuhan prakonsepsi, wanita usia subur.

JURNAL RISET KESEHATAN

POLTEKKES DEPKES BANDUNG

Vol. 13 No 1 Mei 2021

271

doi.org/10.34011/juriskesbdg.v13i1.1906

PENDAHULUAN

Asuhan prakonsepsi merupakan

aspek esensial sebagai bagian dari

upaya asuhan primer dan preventif,

bukan hanya ditujukan pada perempuan

yang sudah menikah saja, namun juga

bagi perempuan yang belum menikah

termasuk remaja dan dewasa muda.

Adapun tujuan asuhan prakonsepsi

adalah memastikan bahwa wanita dan

pasangannya berada dalam status

kesehatan fisik dan emosional yang

optimal dan tidak mengalami masalah

kesehatan saat dimulainya kehamilan1,2

.

Terdapat banyak masalah

kesehatan yang terjadi dan berkembang

pada masa prakonsepsi yang dapat

meningkatkan kemungkinan kematian

dan kesakitan ibu dan anak, antara lain

gangguan dan defisiensi gizi, penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi,

perilaku merokok, risiko lingkungan,

gangguan genetik, kehamilan dini,

kehamilan yang tidak diinginkan,

kehamilan yang terlalu dekat, penyakit

menular seksual termasuk HIV,

infertilitas dan subfertilitas, gangguan

kesehatan mental, penggunaan zat

psikoaktif dan kekerasan seksual2

.

Asuhan prakonsepsi merupakan

salah satu faktor yang dapat

berkontribusi mengurangi risiko atau

masalah kesehatan, mengoptimalkan

kesehatan ibu dan anak, memberikan

dukungan bagi wanita agar memiliki

informasi yang cukup dan memiliki

keputusan yang baik terkait kesuburan

dan kesehatannya. dapat pula

berkontribusi pada perkembangan

sosial dan ekonomi keluarga dan

masyarakat. Membangkitkan kesadaran

tentang pentingnya kesehatan dan

perilaku kaum laki-laki terhadap dampak

kesehatan ibu dan anak juga dapat

menambah manfaat potensial dari

asuhan prakonsepsi. Namun

kenyataannya program-program terkait

pelayanan kesehatan prakonsepsi

sangat minim di negara-negara

berkembang. Di samping itu, banyak

wanita di negara berkembang tidak

memiliki cukup informasi dan akses

terhadap asuhan prakonsepsi yang

mereka butuhkan2

.

Rendahnya akses wanita terhadap

asuhan prakonsepsi salah satunya

disebabkan oleh kurangnya

pengetahuan wanita tentang asuhan

prakonsepsi. Permasalahan rendahnya

pengetahuan wanita tentang asuhan

prakonsepsi umum terjadi di negaranegara berkembang.3 Penelitian

Teshome, et al menunjukkan mayoritas

wanita akan datang ke fasilitas

kesehatan pada saat mengetahui diri

mereka hamil atau sebaliknya belum

juga mengalami kehamilan. Para wanita

juga tidak berupaya mengumpulkan

informasi tentang hal tersebut

dikarenakan mereka tidak memiliki

kesadaran4

. Hal yang sama juga

ditunjukkan dalam penelitian Ahmed et

al, bahwa hanya 11% wanita yang

memiliki pengetahuan tentang asuhan

prakonsepsi5

.

Sikap wanita dan kemauan untuk

berperan serta juga dapat memengaruhi

keberhasilan asuhan prakonsepsi. Para

wanita dalam studi Teshome, et al

memiliki anggapan bahwa konsepsi

adalah kejadian alamiah sehingga tidak

perlu dikonsultasikan atau dipersiapkan

melalui pelayanan asuhan prakonsepsi

sebelum kehamilan terjadi.

4 Wanita

menganggap diri mereka sehat dan

tidak perlu datang ke fasilitas

kesehatan4,6

.

Disamping itu, hasil penelitian

menunjukkan bahwa efikasi diri wanita

secara positif berhubungan dengan

manfaat dan harapan dari asuhan

prakonsepsi. Efikasi diri merupakan

prediktor yang baik dari perilaku

kesehatan sehingga hal itu menjadi

faktor penting untuk meningkatkan

keberhasilan asuhan prakonsepsi7

.

Wanita akan berpartisipasi dalam

asuhan prakonsepsi jika mereka

menginginkannya. Efikasi diri yang

tinggi berkaitan erat dengan niat wanita

untuk berperan serta. Efikasi diri yang

positif yakni keyakinan untuk mampu

melakukan perilaku yang dimaksud.

Tanpa efikasi diri seseorang bahkan

enggan melakukan suatu perilaku6

.

JURNAL RISET KESEHATAN

POLTEKKES DEPKES BANDUNG

Vol. 13 No 1 Mei 2021

272

doi.org/10.34011/juriskesbdg.v13i1.1906

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui gambaran pengetahuan,

sikap, dan efikasi diri wanita usia subur

terkait asuhan prakonsepsi.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif dengan desain survei untuk

mengetahui gambaran pengetahuan,

sikap, dan efikasi diri WUS terkait

asuhan prakonsepsi. Penelitian ini

dilaksanakan di dua Kecamatan, yakni

Kecamatan Rancaekek Kabupaten

Bandung dan Kecamatan Padalarang

Kabupaten Bandung Barat. Subjek

penelitian ini adalah WUS dengan

rentang usia 15-49 tahun dengan besar

sampel penelitian adalah sebanyak 82.

Sampel diambil secara consecutive

sampling pada saat WUS datang ke

posyandu/klinik bidan yang ada di

wilayah lokasi penelitian.

Pengumpulan data dilakukan

secara langsung dengan metode

wawancara/angket menggunakan

instrumen kuesioner pengetahuan,

sikap dan efikasi diri terkait asuhan

prakonsepsi yang dikembangkan oleh

peneliti dan sudah diujicobakan.

Kuesioner pengetahuan terdiri dari 29

butir pertanyaan menggunakan skala

Guttman (pilihan satu jawaban benar)

dengan skor terendah 0 dan skor

tertinggi 29. Kuesioner sikap terdiri dari

15 butir pernyataan dengan skala likert

(1-4) dengan skor terendah 15 dan skor

tertinggi 60. Kuesioner efikasi diri terdiri

dari 15 butir pernyataan dengan skala

likert (1-4) dengan skor terendah 15 dan

skor tertinggi 60. Hasil perhitungan skor

pengetahuan dan sikap dikonversikan

ke dalam skala nilai 100 dan

dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu

baik jika ≥76-100; cukup jika 60-75; dan

kurang jika ≤60; sedangkan untuk efikasi

diri dikategorikan tinggi jika ≥76-100;

cukup jika 60-75; dan rendah jika ≤60.

Uji coba instrumen dilakukan

terhadap 31 orang WUS yang bukan

termasuk responden penelitian. Uji

validitas kuesioner pengetahuan

menggunakan teknik analisis Skalo

untuk skala Guttman. Hasilnya

menunjukkan bahwa validitas kuesioner

baik dengan koefisien reprodusibilitas

0,875 dan koefisien skalabilitas 0,751.

Uji validitas kuesioner sikap dan efikasi

diri (skala likert) menggunakan uji

korelasi product moment dari Pearson

dengan menentukan nilai koefisien

korelasi (r) hitung harus lebih besar dari

nilai r tabel. Hasilnya menunjukkan

bahwa untuk kuesioner sikap, semua

butir pernyataan valid kecuali ada lima

butir pernyataan yang tidak valid. Begitu

pula dengan kuesioner efikasi, semua

butir pernyataan valid kecuali satu butir

pernyataan yang tidak valid. Butir-butir

yang tidak valid dikeluarkan dari

kuesioner karena masih terdapat tipe

soal yang maksudnya sama dengan

redaksi yang berbeda. Adapun uji

reliabilitas instrumen menggunakan

koefisien reliabilitas Alpha Cronbach.

Hasilnya menunjukkan bahwa

instrumen reliabel dengan nilai Alpha

Cronbach’s secara berturut-turut untuk

kuesioner pengetahuan, sikap dan

efikasi adalah 0,873; 0,944; dan 0,806.

Pengolahan dan analisis data

penelitian dilakukan mulai dari

pengeditan, pengodean, dan entry data

ke dalam program komputer

menggunakan perangkat lunak SPSS

16. Analisis yang digunakan adalah

analisis univariabel.

Penelitian ini sudah memperoleh

persetujuan etik dari Komite Etik

Penelitian Poltekkes Kemenkes

Bandung. Dalam pelaksanaannya,

setiap responden dijelaskan tujuan

penelitian dan dimintai persetujuan.

Partisipasi diperoleh secara sukarela

dengan mengisi lembar persetujuan

setelah penjelasan. Segala data dan

respon yang diberikan bersifat rahasia.

HASIL

Sebanyak 82 WUS yang menjadi

responden penelitian ini berada pada

rentang umur 17-43 tahun. Rata-rata

umur responden adalah 22,7 tahun.

Lebih dari separuh responden berstatus

kawin (53,7%). Sebagian besar 

JURNAL RISET KESEHATAN

POLTEKKES DEPKES BANDUNG

Vol. 13 No 1 Mei 2021

273

doi.org/10.34011/juriskesbdg.v13i1.1906

responden berpendidikan SMA (61,0%),

dan bekerja (69,5%) sebagaimana yang

ditunjukkan dalam Tabel 1.


PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, rata-rata umur

responden adalah 22,7 tahun. Umur

kelompok wanita penelitian ini sedikit

lebih muda dibandingkan dengan

penelitian sejenis, yang melaporkan

rata-rata umur respondennya adalah

28,8 tahun dan 30,92 tahun8,5

.

Perbedaan tersebut dikarenakan

responden yang terlibat dalam

penelitian ini adalah berbasis komunitas

sedangkan pada dua penelitian

sebelumnya berbasis responden yang

datang ke fasilitas pelayanan kesehatan

yang umumnya sudah menikah dan

berumur relatif lebih tua. Apabila dilihat

dari tingkat pendidikan, maka

responden penelitian ini sebagian besar

berpendidikan SMA dan bekerja

sehingga dimungkinkan memiliki cukup

akses terhadap informasi asuhan

prakonsepsi dan memiliki sikap yang

lebih baik. Penelitian sebelumnya

menyebutkan bahwa wanita dengan

usia lebih tua, pendidikan tinggi dan

bekerja memiliki pengetahuan dan sikap

yang lebih baik terkait asuhan

prakonsepsi3,8

.

Pengetahuan

Hasil penelitian ini memperlihatkan

gambaran pengetahuan wanita terkait

kesehatan prakonsepsi secara umum

adalah cukup. Hal ini ditunjukkan dari

hampir separuh wanita berpengetahuan

cukup dan hanya 25,6% yang

berpengetahuan baik. Hasil penelitian

ini senada dengan studi cross-sectional

Ayalew, dkk pada kelompok wanita di

komunitas yang menyatakan bahwa

hanya 27,5% wanita yang memiliki

pengetahuan baik tentang asuhan

prakonsepsi3

. Berbeda halnya dengan

penelitian Kasim, dkk di Malaysia yang

meneliti kelompok wanita yang datang

berkunjung ke klinik kesehatan ibu.

Pada penelitian tersebut terdapat 51,9%

responden yang memiliki pengetahuan

baik tentang asuhan prakonsepsi8

.

Pengetahuan wanita tentang

asuhan prakonsepsi yang masih belum

memadai pada penelitian ini

dimungkinkan karena masih

terbatasnya informasi dan akses asuhan

prakonsepsi. Umumnya wanita datang

ke fasilitas kesehatan untuk

berkonsultasi setelah mengetahui

dirinya hamil atau sebaliknya belum

hamil setelah sekian lama sehingga

wanita belum terpapar dengan asuhan

prakonsepsi4,9

. Lebih lanjut dalam

penelitian yang lain dilaporkan bahwa

faktor-faktor yang memengaruhi wanita

memiliki pengetahuan tentang asuhan

prakonsepsi adalah pernah mengalami

persalinan prematur atau masalah lain

pada kehamilan sebelumnya,

melakukan pemeriksaan kehamilan,

serta pernah mendapatkan konseling

dan asuhan prakonsepsi6,9

. Pada

penelitian Ayalew, 85% wanita yang

tidak pernah ber-KB memiliki

pengetahuan yang kurang dibandingkan

dengan wanita yang memiliki riwayat KB

atau menggunakan alat kontrasepsi3

.

Hal ini dapat dipahami karena

kecenderungan wanita ber-KB datang

kepada petugas kesehatan untuk

mendapatkan informasi dan edukasi

perencanaan kehamilan/ asuhan

prakonsepsi pada saat konseling KB3

.

Selain itu, program promosi dan edukasi

kesehatan yang dilaksanakan oleh

tenaga kesehatan di wilayah tempat

penelitian ini cenderung masih berfokus

pada sasaran wanita saat kehamilan,

dan pasca persalinan.

Pengetahuan wanita tentang

dampak kehamilan pada usia <20 tahun

pada penelitian ini sebagian besar

memadai yakni 68,1% yang menjawab

benar. Kondisi ini dapat terjadi karena

status pendidikan WUS yang sudah

meningkat dan cenderung telah terjadi

pendewasaan usia pernikahan. Hal ini

yang berpengaruh pada pengetahuan

mereka terkait dampak kehamilan <20

tahun. Informasi dan edukasi dari

tenaga kesehatan dan kader juga 

JURNAL RISET KESEHATAN

POLTEKKES DEPKES BANDUNG

Vol. 13 No 1 Mei 2021

278

doi.org/10.34011/juriskesbdg.v13i1.1906

memberikan dampak positif terhadap

pengetahuan tentang usia yang aman

untuk hamil10

. Namun hanya 48,8%

wanita menjawab benar terkait dampak

kehamilan usia>40 tahun. Keadaan ini

menunjukkan bahwa, belum semua

WUS memahami risiko jika hamil di atas

usia 40 tahun.

Pengetahuan WUS tentang anemia

dan manfaat suplementasi zat besi

sebelum hamil sudah cukup baik. Hal ini

terjadi karena informasi tentang hal

tersebut seringkali disampaikan oleh

tenaga kesehatan dan kader pada saat

masa kehamilan, pasca persalinan, dan

pada remaja wanita. Selain itu, upaya

pencegahan anemia dan pemberian

tablet Fe pada remaja putri dan WUS

telah menjadi program nasional yang

banyak diketahui oleh wanita dan

masyarakat umum11. Namun demikian,

jawaban benar terkait manfaat

suplemen asam folat masih kurang

memadai, hanya 47,2% yang menjawab

benar. Hal ini terjadi karena informasi

tentang pentingnya suplemen asam

folat prakonsepsi masih kurang di

kalangan wanita. Wanita umumnya baru

mengetahui perlunya asam folat pada

saat mereka datang ke petugas

kesehatan karena sudah mengetahui

dirinya hamil4

. Hasil ini berbeda dengan

penelitian Kasim, dkk yang meneliti

kelompok wanita yang datang ke

fasilitas kesehatan bahwa wanita dalam

studi mereka memiliki pengetahuan

yang adekuat tentang perlunya asam

folat saat prakonsepsi. Sekali lagi hal ini

dikarenakan kelompok wanita pada

studi tersebut adalah wanita yang sudah

terpapar dengan informasi tentang

asam folat melalui pengalaman

sebelumnya saat hamil8

.

Pada penelitian ini, pengetahuan

wanita tentang status gizi prakonsepsi

belum memadai. Hal ini terlihat dari

hanya 8,5% wanita yang mengetahui

IMT normal dan 41,5% yang

mengetahui cara menghitung IMT.

Keadaan ini dapat terjadi karena

informasi terkait status gizi/IMT normal

umumnya baru dapat diketahui oleh

wanita saat datang berkonsultasi dan

memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan

jika dirinya hamil. Ketidaktahuan wanita

tentang status gizi dirinya dapat

berdampak pada ketidaksiapan wanita

secara gizi dalam merencanakan dan

mempersiapkan kehamilan yang sehat.

Penelitian Paratmanitya, dkk di Bantul

menunjukkan bahwa WUS yang siap

secara gizi untuk memasuki kehamilan

sangat rendah12

.

Sikap

Sikap wanita terkait asuhan

prakonsepsi akan dapat memengaruhi

wanita untuk berperan serta dalam

asuhan prakonsepsi. Pada penelitian ini

sebagian besar sikap wanita terkait

asuhan prakonsepsi adalah cukup

(59,8%), sedangkan wanita dengan

sikap kategori baik hanya 3,7%. Hasil

penelitian ini sejalan dengan studi

Emam, dkk yang menunjukkan sekitar

60% wanita bersikap positif terhadap

asuhan prakonsepsi. Hal ini berbeda

jauh dengan hasil penelitian Kasim, dkk

yang menyatakan bahwa hampir semua

wanita dalam penelitian mereka

menunjukkan sikap yang baik terhadap

asuhan prakonsepsi (98,5%).

Salah satu faktor penyebab masih

belum optimalnya sikap wanita terhadap

asuhan prakonsepsi pada penelitian ini

adalah pengetahuan tentang asuhan

prakonsepsi yang belum memadai.

Penelitian Emam, dkk menunjukkan

bahwa skor pengetahuan asuhan

prakonsepsi yang lebih tinggi

berhubungan dengan skor sikap yang

lebih positif. Hal ini memberikan

penguatan bahwa upaya promosi dan

edukasi pada wanita untuk

meningkatkan pengetahuan mereka

tentang asuhan prakonsepsi menjadi

komponen sangat penting dan

mendasar9,6

.

Selain itu, penyebab belum

optimalnya sikap wanita dalam

penelitian ini dikarenakan seluruh

wanita berdomisili di daerah kabupaten

yang karakteristiknya sedikit berbeda

dengan wanita yang tinggal di wilayah

perkotaan. Wanita yang tinggal di

daerah pinggiran kota atau pedesaan 

JURNAL RISET KESEHATAN

POLTEKKES DEPKES BANDUNG

Vol. 13 No 1 Mei 2021

279

doi.org/10.34011/juriskesbdg.v13i1.1906

cenderung memiliki akses yang lebih

terbatas terhadap sumber informasi

asuhan prakonsepsi. Hal ini

sebagaimana yang ditunjukkan oleh

penelitian Emam, dkk bahwa salah satu

faktor yang memengaruhi sikap wanita

yang baik adalah wilayah tempat tinggal

di perkotaan9

. Faktor lainnya yang ikut

memengaruhi sikap wanita terkait

asuhan prakonsepsi adalah wanita yang

merencanakan kehamilan, yang

melakukan pemeriksaan kehamilan,dan

yang melakukan konsultasi/konseling

prakonsepsi sebelumnya. Faktor-faktor

tersebut merefleksikan kesadaran yang

tinggi dari wanita terhadap kesehatan

dirinya yang akan membentuk sikap

wanita tersebut secara lebih baik

terhadap asuhan prakonsepsi9

. Pada

penelitian ini, terdapat sebanyak 46,3%

wanita yang belum kawin sehingga

dapat dipahami bahwa sikap mereka

yang belum optimal dikarenakan

mereka belum merencanakan dan

belum pernah mengalami kehamilan

atau belum terpapar dengan petugas

kesehatan yang memberikan

edukasi/konseling.

Pada penelitian ini sebagian besar

wanita usia subur (67,1%) setuju terkait

pentingnya asuhan prakonsepsi dan

konsultasi/pemeriksaan prakonsepsi,

dan sebanyak 64,6% setuju bahwa

asuhan prakonsepsi ini ditujukan

kepada wanita dan pasangannya. Hal ini

terjadi karena informasi yang diterima/

pengetahuan terkait pentingnya asuhan

prakonsepsi sudah cukup memadai,

sehingga pemeriksaan ataupun

konsultasi sebelum hamil merasa

sangat perlu dilakukan. Menurut Oktalia,

dkk bahwa pengetahuan yang baik akan

menyebabkan seseorang memiliki sikap

positif terhadap pentingnya kesiapan

kehamilan dan terdapat situasi yang

mendukung pada perilaku yang terkait

dengan pengetahuan wanita tentang

pentingnya asuhan prakonsepsi13

.

Namun pada penelitian ini masih

ada wanita menganggap tidak perlu

konsultasi prakonsepsi karena merasa

diri sehat (29,2%) dan masih ada yang

tidak setuju jika wanita pada masa

prakonsepsi tidak boleh merokok

(8,6%). Hal ini dapat terjadi karena sikap

seseorang dapat dipengaruhi

pengalaman pribadi dan budaya.

Seseorang yang memiliki pengetahuan

baik, tidak menjamin akan memilki sikap

yang positif14

. Oleh karena itu, walaupun

wanita sudah mengetahui tentang

kesehatan prakonsepsi dan dampak

merokok, karena pengaruh pengalaman

pribadi dan budaya, maka

mengganggap hal-hal tersebut tidak

akan memengaruhi kesehatan ibu dan

calon janinnya.

Pada penelitian ini juga didapatkan

masih ada wanita yang tidak setuju

untuk tidak mengonsumsi

daging/telur/sayur mentah pada masa

prakonsepsi (26,9%). Hal ini dapat

terjadi karena masih adanya budaya

tabu pada masyarakat. Seorang wanita

lebih mudah percaya pada kesakralan

tabu, tepatnya bukan pada isi

pantangan tersebut, namun pada

hikmah yang terkandung di dalam katakata orang tua, terutama ibu. Sejak

masa kanak-kanak, remaja, dewasa,

hamil, melahirkan dan menyusui selalu

dikelilingi tabu15

.

Selain itu, masih ada wanita yang

tidak setuju (12,2%) untuk menunda

kehamilan hingga usia 20 tahun. Hal ini

dapat terjadi karena faktor tingkat

pendidikan dan lingkungan/budaya

setempat. Selaras dengan penelitian

yang dilakukan Damailia dkk, bahwa

wanita yang tidak mendukung

penundaan kehamilan di usia muda

dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya pengalaman pribadi,

pengaruh orang lain yang dianggap

penting, budaya, dan faktor emosional16

.

Efikasi Diri

Efikasi diri merupakan komponen

penting yang mengarahkan perilaku

seseorang. Seseorang dengan efikasi

diri yang tinggi akan cenderung

melakukan berbagai upaya untuk

melakukan suatu perilaku tertentu walau

dalam kondisi sulit sekalipun. Efikasi diri

yang positif adalah keyakinan untuk

mampu melakukan perilaku yang 

JURNAL RISET KESEHATAN

POLTEKKES DEPKES BANDUNG

Vol. 13 No 1 Mei 2021

280

doi.org/10.34011/juriskesbdg.v13i1.1906

dimaksud. Tanpa efikasi diri (keyakinan

tertentu yang sangat situsional), orang

bahkan enggan melakukan suatu

perilaku17. Efikasi diri merupakan

prediktor perilaku kesehatan yang

banyak diteliti oleh para ahli7,18

.

Penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar wanita memiliki efikasi

diri yang tinggi terkait asuhan

prakonsepsi (65,9%) yang artinya

wanita dalam kelompok penelitian ini

merasa mampu untuk berpartisipasi

dalam asuhan prakonsepsi. Hasil

penelitian ini relevan dengan penelitian

Fransen, dkk yang meneliti kelompok

wanita dengan literasi kesehatan

rendah, bahwa wanita secara umum

merasa mampu untuk berpartisipasi

dalam konseling prakonsepsi. Penelitian

tersebut juga menunjukkan bahwa

efikasi diri yang tinggi secara positif

berhubungan dengan niat wanita untuk

terlibat dalam asuhan prakonsepsi6

. Hal

ini berbeda dengan hasil penelitian

Kasim, dkk yang menyatakan bahwa

hanya 45,2% wanita yang terlibat secara

praktik dalam asuhan prakonsepsi8

.

Kemungkinan faktor penyebab

tingginya efikasi diri wanita terhadap

asuhan prakonsepsi dalam penelitian ini

adalah sebagian besar wanita

menganggap asuhan prakonsepsi

adalah hal yang penting (67,1) dan

menganggap asuhan prakonsepsi dapat

meningkatkan kelahiran anak yang

sehat (72,0%) sebagaimana yang

tercantum dalam Tabel 4. Dalam

analisis butir-butir aspek efikasi diri,

sebagian besar wanita menyatakan

mampu untuk berpartisipasi dalam

memelihara kesehatan diri pada masa

prakonsepsi dan perlu datang

berkonsultasi atau memeriksakan diri

kepada petugas kesehatan pada masa

prakonsepsi (Tabel 5). Selain itu,

karakteristik wanita dalam penelitian ini

yang sebagian besar berusia <35 tahun

(97,6%, Tabel 1) juga menyebabkan

efikasi diri yang tinggi terkait asuhan

prakonsepsi karena rentang usia

tersebut merupakan periode reproduksi

sehat yang membuat wanita

berkeinginan untuk mempersiapkan

kehamilan yang sehat.

Melihat efikasi diri yang tinggi dari

wanita pada penelitian ini untuk

berpartisipasi dalam asuhan

prakonsepsi menuntut peran aktif dari

petugas kesehatan dalam memfasilitasi

dan memberikan edukasi, konseling,

dan manajemen prakonsepsi yang

sesuai dengan kebutuhan wanita.

Efikasi diri yang baik dari wanita

kelompok ini dapat saja mengalami

hambatan dalam tataran praktik di

lapangan karena belum tersedianya

klinik prakonsepsi secara khusus di

fasilitas kesehatan primer.

Sebagaimana penelitian Kasim, dkk

melaporkan bahwa tingkat partisipasi

wanita dalam asuhan prakonsepsi yang

rendah diakibatkan karena belum

adanya klinik prakonsepsi di wilayah

tempat tinggal wanita. Asuhan

prakonsepsi hanya terbatas pada saat

konsultasi atau konseling KB/alat

kontrasepsi dan sebagai tindak lanjut

pada wanita yang memiliki penyakit

kronis seperti diabetes dan hipertensi.

Dengan demikian, wanita yang tidak

datang ke klinik KB atau yang tidak

memiliki penyakit kronis tidak dapat

mengakses asuhan/konseling

prakonsepsi8

.

Penelitian ini memiliki keterbatasan

dalam hal besar sampel yang kecil

sehingga hasil penelitian tidak dapat

digeneralisasikan.

SIMPULAN

Hampir separuh wanita dalam

penelitian ini memiliki pengetahuan

tentang asuhan prakonsepsi dengan

kategori cukup. Namun demikian,

sebagian besar mereka memiliki sikap

yang cukup. Hal yang unik dan baru dari

penelitian ini adalah efikasi diri yang

tinggi dari wanita terkait asuhan

prakonsepsi. Untuk itu, upaya

promosi/edukasi asuhan prakonsepsi

pada wanita dan pasangannya perlu

ditingkatkan. Selain itu, perlu dibentuk

program dan klinik khusus prakonsepsi

pada fasilitas kesehatan primer agar 

JURNAL RISET KESEHATAN

POLTEKKES DEPKES BANDUNG

Vol. 13 No 1 Mei 2021

281

doi.org/10.34011/juriskesbdg.v13i1.1906

memungkinkan bagi wanita dan

pasangannya berkonsultasi dan

mendapatkan informasi, edukasi, dan

konseling perencanaan kehamilan yang

sehat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan

kepada Badan Pengembangan dan

Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Kesehatan (BPPSDMK) Kementerian

Kesehatan (Kemenkes) Republik

Indonesia yang sudah mendanai

penelitian ini, dan Unit Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat (UPPM) serta

Komite Etik Penelitian Politeknik

Kesehatan Kemenkes Bandung yang

sudah meninjau usulan dan

pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

1. Karoshi M, Newbold S, B-Lynch C.

A Textbook of Preconceptional

Medicine and Management. Sapiens

Publishing; 2012.

2. WHO. Preconception Care to

Reduce Maternal and Childhood

Mortality and Morbidity.; 2012.

3. Ayalew Y, Mulat A, Dile M, Simegn

A. Women's knowledge and

associated factors in preconception

care in adet, west gojjam, northwest

Ethiopia: a community based cross

sectional study. Reprod Health.

2017;14(1):15. doi:10.1186/s12978-

017-0279-4

4. Teshome F, Kebede Y, Abamecha F,

Birhanu Z. Why do women not

prepare for pregnancy? Exploring

women's and health care providers'

views on barriers to uptake of

preconception care in Mana District,

Southwest Ethiopia: a qualitative

study. BMC Pregnancy Childbirth.

2020;20(1):504.

doi:10.1186/s12884-020-03208-z

5. Ahmed KYM, Elbashir IMH,

Mohamed SMI, Saeed AKM, Alwad

AAM. Knowledge, Attitude and

Practice of Preconception Care

Among Sudanese Women in

Reproductive Age About Rheumatic

Heart Disease. Int J Public Heal Res.

2015;3(5):223-227.

6. Fransen MP, Hopman ME,

Murugesu L, Rosman AN, Smith SK.

Preconception counselling for low

health literate women: an exploration

of determinants in the Netherlands.

Reprod Health. 2018;15(1):192.

doi:10.1186/s12978-018-0617-1

7. Grady CM, Geller PA. Effects of

Self-Efficacy and Locus of Control

on Future Preconception Counseling

Plans of Adult Women With Type 1

Diabetes. Diabetes Spectr.

2016;29(1):37-43.

doi:10.2337/diaspect.29.1.37

8. Kasim R, Draman N, Abdul Kadir A,

Muhamad R. Knowledge, Attitudes

and Practice of Preconception Care

among Women Attending Maternal

Health Clinic in Kelantan. Educ Med

J. 2016;8(4):57-68. doi:DOI:

10.5959/eimj.v8i4.475

9. Emam EAER, Rheem AHA El,

Ghanem NMA, Hassan HE.

Knowledge and Attitude of Women

and Nurses regarding PreConception Care: A Comparative

Study. Am Res Journals.

2019;5(1):1-15.

10. Thaha AR. Peran Kader Posyandu

Pada Pelayanan Terpadu Wanita

Prakonsepsi Di Wilayah Puskesmas

Pattigalloang. J Mkmi,. Published

online 2014:102-109.

11. Kemenkes RI. Pedoman Pencegahan

Dan Penanggulangan Anemia Pada

Remaja Putri Dan Wnita Usia Subur

(WUS).; 2018.

12. Paratmanitya Y, Helmyati S,

Nurdiati DS, Lewis EC, Hadi H.

Assessing preconception nutrition

readiness among women of

reproductive age in Bantul,

Indonesia: findings from baseline

data analysis of a cluster randomized

trial. J Gizi dan Diet Indones

(Indonesian J Nutr Diet Vol 8 ISSUE

2, 2020. Published online February

2021.

13. Oktalia J, Herizasyam. Kesiapan Ibu

Menghadapi Kehamilan Dan Faktor-

JURNAL RISET KESEHATAN

POLTEKKES DEPKES BANDUNG

Vol. 13 No 1 Mei 2021

282

doi.org/10.34011/juriskesbdg.v13i1.1906

Faktor Yang Mempengaruhinya. J

Ilmu dan Teknol Kesehat.

2016;3(2):147-159.

14. Candra. Pendidikan Dan Prilaku

Kesehatan. Rineka Cipta; 2007.

15. Intan T. Fenomena Tabu Makanan

Pada Perempuan Indonesia Dalam

Perspektif Antropologi Feminis.

PALASTREN J Stud Gend.

2018;11(2):233.

doi:10.21043/palastren.v11i2.3757

16. Damailia HT, Harmawati IN.

Hubungan sikap tentang penundaan

kehamilan usia muda dengan

perilaku penundaan kehamilan usia

muda. J Ilmu dan Teknol Kesehat.

2014;6(1).

17. Santrock J. Psikologi Pendidikan

(Edisi Kedua). 2nd ed. (B.S. TW,

ed.). Kencana; 2007.

18. Bastani F, Hashemi S, Bastani N,

Haghani H. Impact of preconception

health education on health locus of

control and self-efficacy in women.

East Mediterr Heal J = La Rev sante

la Mediterr Orient = al-Majallah alsihhiyah li-sharq al-mutawassit.

2010;16(4):396-401.

Komentar